Kamis, Oktober 16, 2008

INGGRIS : PENGALAMAN PERTAMA WONG NDESO





INGGRIS : YANG TAK TERBAYANGKAN
INGGRIS. Negara Luar Negeri pertama yang saya datangi. Pernah membayangkan pergi keluar negeri, sendirian, bahasa Inggris minim ? Semua telah saya jalani.
Tahun 1987. Merupakan tahun yang sangat bersejarah bagi saya. Tahun 1987 saya pergi ke Inggris karena harus study dua hal : Bahasa Inggris dan Bristish Standard for Materials Testing.
Saya ke Inggris dibiayai Swisscontact. Jadi gratis tis tis tis…
VEDC Malang, institusi tempat saya kerja, ada karena terbitnya Memorandum of Understanding / MoU antara Pemerintah RI dan Pemerintah Konfederasi Swiss. Saya benar benar jadi orang yang sangat ndeso, ndesit dan gak ada pengalaman sama sekali naik pesawat ke luar negeri. Walaupun saya telah beberapa kali naik pesawat dalam negeri, tapi sangat berbeda dengan ke luar negeri.

INDONESIA – INGGRIS : TERLALU
Dari Indonesia ke Singapura, No Problem. Semua aman dan terkendali.
Masalah muncul ketika perjalanan dari Singapura - Abu Dhabi- Inggris. Padahal pesawatnya paling nyaman sedunia. Singapore Air Lines. Saat sehabis makan malam, saya ditawari minuman oleh pramugari. Minuman Merah dan Putih . Wuih kayak bendera Negara kita. Saya pikir itu SYRUP. Saya pilih yang MERAH. Tanpa ba bi bu, langsung minuman saya teguk dan habiskan . Rasanya agak aneh. Minuman apa ini…. Ketika gelas saya kembalikan ke pramugari, saya tanya apa nama minuman tadi. Ternyata RED WINE alias ANGGUR MERAH… Sepanjang hidup baru kali itu saya minum dengan minuman yang beralkohol. Sementara sebagai orang muslim, alkohol disarankan untuk tidak diminum. Akibatnya… kepala saya nggliyeng, pusing alias saya mabuk langsung tidur dan ambruk dikursi pesawat dari Singapura sampai pesawat transit di Abu Dhabi. TERLALUUUU…..


PINTU MASUK INGGRIS : RUPIAH PENYELAMAT
Akhirnya pesawat landing di Airport Heathrow London. Yang jelas, saya sudah tidak mabuk lagi antara Abu Dhabi – London. Selamat dan sejahtera. Welcome to England.
Apakah masalah sudah selesai ? Belum sodara-sodara.
Ketika masuk di customs alias petugas yang memeriksa paspor, saya ditanya : Who is your sponsors ? Mati aku. Saya kan gak disponsori produk manapun. Hanya yang saya ingat, saya bawa surat dari Swisscontact tentang study yang akan saya jalani. Petugas masih belum percaya. Mereka tanya uang yang saya bawa sebagai jaminan hidup di Inggris, agar tidak menjadi kere.
Uang Pondsterling, saya gak gableg alias gak punya. Karena rencananya Swisscontact akan mengirim uang setelah saya sampai di Inggris. Lalu ? Kebetulan saya bawa uang rupiah 10.000 an agak banyak. Tahun 1987 belum ada uang 50.000 atau 100.000 an rupiah. Uang yang 10.000 an saya keluarkan dari saku jaket kanan, saku jaket kiri, dari saku celana kanan, saku celana kiri (semua uang di banyak saku, karena takut hilang dijalan. Persis orang desa lah … ). Semua saya letakkan di meja. Uang saya buka buka biar kelihatan 10.000 annya. Akhirnya petugasnya bilang Enough Enough yang artinya cukup cukup. Mereka pikir 10.000 rupiah sama dengan besarannya dengan Poundsterling. Jadi amanlah saya. Padahal hehehehehe…. Beda jauh mannnn….
Jadi saran saya kepada siapapun, kalau ke luar negeri jangan lupa bawa uang Indonesia yang mempunyai nilai besar 10.000, 50.000 ataupun 100.000 rupiah. Kalau ada masalah seperti saya, tunjukkan saja uang kita yang gede gede tadi. Dijamin aman… selamet… selamet….. selamat… Trick or tricky

LONDON – BOURNEMOUTH : STUPID NO PLAY

Saya harus ke Bournemouth, sebuah kota di Inggris selatan. Saya mencari bis yang direct Heathrow London – Bournemouth. Akhirnya dapat juga. Biayanya £ 10,00 jadi setara dengan 100.000 rupiah. Whuahhhh… tahun 1987 uang sebesar 100.000 rupiah sangat besar. Karena tahun 1987 perjalanan Malang – Jakarta dengan bus cukup 20.000 rupiah itupun untuk perjalanan 18 jam. Sedangkan London Heathrow – Bournemouth dengan waktu tempuh 4 jam harus dibayar 100.000 rupiah. Itulah otak orang Indonesia. Karena kurs rupiah yang sangat rendah, setiap mau keluar uang pasti dikalikan dengan kurs yang ada. Saat itu £ 1 setara dengan 10.000 rupiah. Jadi bisa dibayangkan kepala ini selalu pusing kalau uang mau keluar dari dompet.
Akhirnya saya sampai juga di Terminal Bis Bournemouth. Ganti taksi terus kerumah homestay yang ada tuan rumahnya. Bapak dan Ibu Derek Arthur Hopkins. Mereka sangat kaget saya bisa sampai kerumahnya. Karena menurut kultur mereka, saya harus telpon pas sampai di London, sehingga mereka bisa mengarahkan dan akan menjemput di terminal bis Bournemouth.
Telpon ? Saya harus telpon mereka sebelumnya ? Bagaimana saya bisa telepon, lha wong bahasa Inggris saja masih grothal grathul alias memble…. Mereka gak tahu kalau saya masih stupid no play / goblog gak main. Jadi Amazing.. saya bisa sampai. Modal saya kan hanya satu, Nekad… itu saja. Arema hooooo

HOPKINS : CORN FLAKES
Saya diterima sebagai anak kost oleh Bapak dan Ibu Hopkins. Mereka punya anak perempuan satu orang. Sudah dewasa jadi saya gak begitu akrab banget. Biasa biasa saja.Saya ditempatkan dilantai dua bersebelahan dengan kamar mereka. Saya melihat jadi heran, ternyata di Inggris punya kultur yang sangat beda dengan Indonesia. Semua kamar tidur dan kamar mandi dilantai dua. Sedangkan dilantai satu untuk ruang tamu, ruang makan, dapur dan gudang. Aneh, dalam pikiran saya. Mereka saya anggap sebagai orang tua ke dua. Karena di negeri orang. Kalau nggak baik baik dengan mereka, bisa bisa saya akan selalu rindu dengan tanah air. Bayangkan. Gak pernah ke Luar Negeri. Pergi sekali aja 9 bulan. Jadi peran ortu sangat dominan untuk killing time… wah opo ae iku….
Yang sangat mengagetkan, No Rice… Gak ada Nasi. Pagi hari pertama, sarapan Corn Flakes sodara sodara. Seumur umur yha baru kali ini saya sarapan pagi bukan dengan nasi. Biasanya Nasi Pecel lha koq diganti Corn Flakes yang berupa kripik jagung, diberi susu sapi asli dingin, ditaburi gula putih…..huekk …. Huekk…. Alhasil, hari pertama di Inggris, sakit perut dan diare…. Hari berikutnya, berikutnya, berikutnya dan berikutnya serta berikutnya tetap dan tetap Corn flakes setiap paginya sodara sodara. Oleh karena itu… Like atau dislike… saya harus like saja…. Biar hidup terus berlangsung. Hasilnya ? Eh… bisa juga perut ini berkompromi…. Yang menakjubkan setelah bertahun tahun meninggalkan Inggris, saya tetap sering makan corn flakes di berbagai negara, dan aman aman saja. Aneh tho ?

INTERLINKS : THE WRONG CLOTHES ON THE WRONG TIME
Saya harus menempuh belajar bahasa Inggris selama 3 bulan di Interlink School of English. Pesertanya 1 kelas sebanyak 12 orang. Mereka berasal dari berbagai Negara. Jerman, Swiss, Spanyol, Paris. Rata rata mereka dua orang dari satu Negara. Hanya saya sorangan wae yang berasal dari Indonesia. Nekad pokok -e.
Banyak yang tanya dimana Indonesia itu. Maklum 1987, Indonesia blas gak ngetop. Dengan sabar saya jelaskan. Bahkan mereka kaget ketika saya jelaskan Indonesia terdiri dari 141.000 pulau besar dan kecil. Yang membuat mereka menjondil ( schock ), saya infokan kalau pergi naik mobil dari Sabang sampai Merauke bisa dua minggu lamanya…. Hah…. Biar sekalian kagetnya. Bandingkan dengan negara Swiss hanya 3,5 jam dari ujung ke ujung negaranya.
Pernah sekali waktu kita mau makan bersama sore hari di sebuah cafe. Walau bayar sendiri-sendiri. Dari rumah saya pakai celana bawah hitam, baju putih panjang, jas hitam dengan krah batik yang sudah saya desain dari Indonesia. Pas datang di cafĂ©, semua ketawa lihat saya. What’s the problem ? Mereka semua memakai pakaian casual. Jeans, jacket, t-shirt. Wuihhhhh…. Malunya. Mismatch nih… The wrong clothes on the wrong time….. Tapi enjoy aja

LONDON : IMIGRAN JAWA
Suatu waktu saya berkunjung ke Istananya Kerajaan Inggris Raya. Buckingham Palace. Wis pokok-e nggaya. Melihat pergantian penjaga istana yang sangat terkenal itu. Masuk ke museum istana dan melihat dalamnya istana. Setiap melihat sesuatu yang luar biasa indahnya, dengan otomatis dan tidak sadar, sering saya mengucapkan ungkapan dalam bahasa Indonesia. Saya lihat ada orang laki laki separo baya yang selalu melihat saya. Mengikuti saya. Wah gawat nih. Solusinya? Saya dekati orang itu, saya sapa dalam bahasa Inggris yang paling halus ( maklum kan udah kursus selama 3 bulan ).
Apa jawabannya?
Dia menjawab dalam bahasa Jawa kromo inggil: Kulo tiyang Solo ( saya dari Solo ).
Karena saya sering mengeluarkan ungkapan dalam bahasa Indonesia, maka dia tertarik untuk mendekati saya dan ingin omong omong… Hwarakadah…… Sama sama ketemu imigran Jawa di London.

WATTFORD : KLUB SEPAKBOLA KUNING
Akhirnya waktu saya yang tiga bulan di Bournemouth selesai saya lakoni. Dengan sedikit airmata, saya peluk keluarga Hopkins satu persatu. Saya moving out alias pindahan ke London Utara. Tepatnya di Wattford. Sebuah kota industri. Saya menempati kamar di hostel YMCA. Saya harus menempuh training British Standard for Material Testing yang meliputi Beton, Aspal, dan Tanah di LAING. Teman training biasanya berasal dari Negara Commonwealth Great Britain. Ada perkecualian satu orang, ya saya ini yang bukan dari Negara Commonwealth.
Saya sangat suka jalan jalan disetiap kota yang saja tempati.
Suatu sore saya jalan jalan. Saya lihat banyak orang berpakaian kuning dengan syal merah berbondong bondong menuju suatu tempat. Saya ikuti. Ternyata mereka menuju stadion untuk melihat sepak bola. Saya ikut dalam arus mereka. Banyak yang melihat ke saya. Desak saya dari kanan, dari kiri. Saya pikir, saya ini makhluk asing berkulit coklat yang ada diantara orang kulit putih. Ternyata bukan itu sodara. Ternyata saya sedang pakai T-shirt biru diantara puluhan kostum kuning. Football Team Wattford kostumnya kuning. Dan….. musuh hari itu, Tim yang berkostum biru. Jadi pelan-pelan saya mundur-mundur, mundur dan akhirnya lari pulang. Takut setengah mati. Tau kan, holligan Inggris kalau sudah berulah. Untung saya bisa lepas dari situasi tersebut. Kalau tidak, bisa tinggal nama dinegara orang lain….

LAING : KETINGGALAN BIS

Di LAING tempat saya training, saya jadi ketua kelasnya. Mungkin mereka ingin melihat kemampuan dan kedigdayaan ( whuah..) orang diluar Commonwealth. Lumayan lah… Setiap hari kami diantar jemput pakai Bus Perusahaan.
Pernah suatu pagi, waktu bis akan berangkat, buku saya ketinggalan di kamar. Saya bilang ke teman untuk menunggu sebentar. Entah karena miscommunication atau memang agak teler telinganya, akhirnya bis berangkat tanpa saya. Hal itu saya ketahui, ketika saya turun dari kamar ke tempat bis, bisnya sudah hilang. Lho sial bener, ketua kelas ditinggal.
Akhirnya saya ke LAING naik kereta bawah tanah, dilanjutkan dengan bis. Apa yang terjadi ? sampai di lokasi training, pelajaran pas selesai. Jadi langsung pulang bersama. Tau kalau gini, ngapain saya ngejar ngejar. Waktu hanya hilang dijalan…….

ENGLAND : BYE BYE….
Saya nikmati betul waktu di Wattford. Akhir minggu mesti ke London. Sightseeing. Tamasya putar putar kota London. Menikmati Bis kota merah yang selalu gendongan. Menikmati sungai Thames yang indah. Menikmati Museum museum yang tersebar dengan cantiknya diseluruh kota. Menikmati indahnya bangunan kuno yang masih dipertahankan. Menikmati dentang bel dari Big Ben yang sangat terkenal. Menikmati indahnya gedung Parliament. Menikmati suguhan peepshow di SOHO… itu lho melihat lihat saja sambil ngintip yang 17 tahun keatas. Biasalah tahun 1987, di Indonesia masih sangat tabu, sedangkan di Soho pusatnya.. Itulah anak muda… menikmati yang seru seru… Semua pengalaman menjadi Amazing London.
Akhirnya, ketika suhu minus 4o C, musim dingin bulan Oktober 1987, salju masih berupa frost / debu salju, saya harus mengakhiri kegiatan di Inggris. Saya harus pulang. Saya harus meninggalkan seluruh pesona Inggris. Dengan seluruh memori dan kenangan, saya menuju Indonesia. Heathrow London – Changi Singapura saya tempuh 18 jam langsung dengan Airbus Singapura Airlines. Dilanjutkan Singapura – Jakarta dengan pesawat Garuda selama 2 jam. Lalu saya naik Bis dari Jakarta ke Malang selama 18 jam lagi. Dengan hati bahagia, terkantuk kantuk, saya nikmati perjalanan nan panjang.
Sampai di Malang, saya peluk isteri dan anak anak dengan penuh rindu dan sayang. Karena sudah hampir setahun saya tinggalkan ke negara lain. Negara Inggris. Sebuah Negara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Anak seorang guru Sekolah Dasar bisa terbang ke Inggris. Unbelievable.
Bye bye England.
I’m sure that I should come to England again.
Who’s know ?!


JOKO WiN
London, England

1 komentar:

Unknown mengatakan...

wahhh seruu pak ceritanya, saya jadi mau k inggris nich tp blm ada duid wkwkwkwkwk