Rabu, September 17, 2008

BRUNEI DARUSSALAM : BELI BARANG NEGERI SENDIRI




BRUNEI
Saya bisa pergi ke Brunei karena ada kegiatan Entrepreneurship Training.

Lumayan waktunya 2 minggu.
Mengenai training, biasa saja. Rasanya yang di Indonesia juga pinter pinter.
Yang penting juga sight seeing alias muter muter kota.
Sebagai sebuah negara kaya, Brunei mempunyai kultur yang sama dengan Indonesia. Banyak orang Brunei berbahasa Melayu dan Bahasa Inggris. Jadi saya di Brunei serasa di negeri sendiri saja. Makanannya Nasi. Sayurnya Lodeh. Lauknya Krupuk, Tempe, Tahu. Bedanya ? Saya sedang makan di daerah yang jaraknya 3000 km dari rumah. Itu saja…

Lainnya ?
Pada saat saya ke Brunei tahun 1990, mobilnya bagus bagus, karena pajak mobil ditiadakan. Sementara pada saat tahun 1990, pajak mobil di Indonesia sudah 100 %. Jadi ketika saya jalan jalan dengan teman dari Laos dan Thailland, semua orang banyak yang melihat. Mungkin mereka merasa aneh, gak biasanya orang jalan jalan di sepanjang jalan. Mendingan naik mobil dengan kesejukan AC di dalamnya.



Lainnya ?
Ada masjid yang sangat luar biasa indahnya. Kubahnya dari emas. Merupakan masjid kebanggaan dari masyarakat Brunei. Termasuk Sultan Hassanal Bolkiah sangat membanggakan masjid ini. Saya sempat masuk kedalamnya. Luar biasa…. Eksterior dan interiornya sangat eksotik. Udara sejuk mengalir didalamnya.

Ada yang fantastis ?
Rasanya selama di Brunei saya masih berada di Kalimantan. Walau sebenarnya Brunei jadi satu dengan Kalimantan. Loh piye iki ? Gimana ini ?
Ketika saya akan membeli oleh oleh khas Brunei, saya menemui dua hal yang fantastis.

Fantastis 1
Saya pergi ke pasar untuk membeli selendang ( kain panjang ) yang khas Brunei. Ketika saya mau menawar, eh.. yang jualan bilang : Pak, kain niki kulakane dhateng Pasar Turi Suroboyo. Kulo piyambak tiyang Tulung Agung yang artinya Pak, kain ini kulakannya di Pasar Turi Surabaya. Saya sendiri berasal dari Tulung Agung ( Jawa Timur ).
Ihik…ihik…..ihik…. Nggak jadi beli nih….
Fantastis 2
Saya langsung pergi ke mall. Mumpung uang dollar Brunei masih ada ditangan. Saya ingin beli perhiasan dengan manik-maniknya yang menawan. Yang jualan wajahnya persis khas orang Brunei. Ketika omong-omong akhirnya si penjual mengaku kalau dia berasal dari Surabaya. Lalu, barang-barangnya?
Ternyata semua produk yang dia jual produk dari kota Malang.
Hwarakaddah….. lha koq berasal dari kota saya sendiri .
Ini bagaimana ? Apa kata duniaaaaaa ?
Sebagai orang dari Indonesia, saya bangga barang barang dari Indonesia bisa dieksport ke Negara lain. Tapi sekaligus saya sedih, ternyata barang tersebut tidak laku di negeri sendiri.
Akhirnya saya tetap bawa oleh-oleh. Harus beli. Biar keluarga nggak ngomong saya pelit. Karena pergi keluar negeri koq nggak beli oleh oleh. Saya beli ayam-ayaman yang dianyam dari rumput. Selain mudah membawanya, ternyata harganya murah.
Jadi, sepulang dari Brunei, selain dapat ilmu entrepreneurship, saya juga masih bawa uang dollar Brunei. Sisa uang saku. Hati jadi senang. Ilmu dapat, oleh oleh dapat, uang juga dapat……

JOKO WiN

September 2008

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pak Joko,How about donuts prospect in Brunei. We are expert in an international donuts recipe.