Kamis, Desember 13, 2007
LINTAU : PENJUALAN MOBIL YANG TERTUNDA
Lintau Buo.
Pasti banyak yang nggak tahu. Batusangkar, pasti sebagian yang tahu. Tanah Datar pasti juga sebagian yang tahu. Padang, semua orang pasti tahu.Mungkin belum banyak yang berkunjung ke Padang. Tapi pasti sudah pernah makan di warung nasi Padang.
Tanggal 3, 4 dan 5 Desember 2007 saya mendapat tugas untuk berkunjung ke Lintau Buo.
Untuk berdiskusi dengan Bupati Tanah Datar, kira kira 200 km dari kota Padang, dengan melewati Batusangkar.
Tugas bisa saya selesaikan dengan baik. Bahkan Bupati memberikan lampu hijau untuk mengembangkan SMK secara total, dengan bantuan dana pendampingan dari Kabupaten Tanah Datar.
Hasil ini diluar dugaan. Harapan melebihi dari kenyataan. Dalam marketing ini disebut kepuasan. Kumpulan dari strategi dan taktik hasilnya tidak mengecewakan, walau tidak bisa disebut luar biasa.
Setelah kunjungan saya ke bupati yang disertai oleh kepala sub dinas program, kasubag tata usaha, manajer ws dan administratornya, kami pulang dengan puas, senyum terkembang, harapan membentang. Acara dilanjutkan dengn makan siang, Nasi Padang. Pasti... karena makanan lainnya nggak populer.
Saya ke SMK Lintau Buo dengan Manajer WS pak Rizal dan Administrator WS Mas Widodo sekaligus menjadi sopir Suzuki Carry yang disewa 150.000 seharinya. Jalan meliuk liuk melewati lereng gunung Merapi. Perjalanan satu jam. Kanan kiri hijau semua. Dan yang jelas semua jalanan beraspal halus.ini yang membanggakan.
Lintau Buo sebagai daerah asal Dirjen Dikti Bapak Fasli Jalal, merupakan daerah yang asri. Saya foto dengan latar belakang Bukit Barisan yang membentang disepanjang pulau Sumatera. Saya juga bisa berfoto dirumah tradisional minangkabau yang dibangun tahun 1902. Semuanya asri. Hanya satu masalahnya, sepi. Sangat sulit mencari kendaraan umum yang melintas di Lintau Buo setelah tengah hari.
Sorenya kami harus balik ke Payakumbuh trus ke Bukittinggi. Dengan naik mobil Taft buatan tahun 1982, saya, mas Widodo, pak Wirman Kepala Sekolah SMK Lintau Buo dan Pak Siregar yang punya mobil, kami telusuri bukit, ngarai dan gunung selama satu setengah jam menuju Payakumbuh.
Ditengah jalan kami makan sate pakan sabtu, sate sapi disertai dengan lontong dan diberi sambal. Enaknya, bikin neg perut karena kenyang.
Sesampai di Payakumbuh, kami baru tahu bahwa mobil yang kami tumpangi harus diberi salam good bye. Karena besoknya mobil tersebut harus diambil oleh pembelinya yang telah memberikan uang mukanya pada pak Siregar. Untung saja mobilnya hari ini belum diserahkan, hingga kami bisa memakainya.
Selanjutnya jam tujuh malam saya naik bis butut terakhir dari Payakumbuh jurusan ke Bukittinggi.
Dengan terkantuk kantuk saya nikmati perjalanan panjang hari ini
JOKO WiN
Des 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
cerita yg bagus pak...., dan selamat datang di lintau, mudah2an lain waktu bisa ke lintau kembali.
salam,
memang, alam di lintau buo asri, sangat asri. hanya sepi....
salam untuk semuanya
Posting Komentar